Senin, 26 Mei 2014

NILAI PRINSIP DAN TUJUAN DISTRIBUSI

NILAI PRINSIP DAN TUJUAN DISTRIBUSI

 Nama: Aye Sudarto
Program Studi Ekonomi Syariah
Konsentrasi Lembaga keuangan Syariah

BAB I. PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Pembangunan ekonomi yang dijalankan berdasarkan mekanisme pasar yang tidak berjalan dengan adil sering menimbulkan permasalahan-permasalahan social di masyarakat, di antaranya kesenjangan antara si kaya dan si miskin, dimana  yang kaya makin kaya dan yang miskin  makin semakin miskin. Kesenjangan ini merupakan akibat dari tidak terciptanya keadilan distribusi di masyarakat.
Sistem ekonomi merupakan sekumpulan prinsip dan tehnik dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi. Sistem ekonomi adalah sebagai organisasi
social yang terdapat didalamnya individu, kelompok,  pemerintah, swasta yang bekerja sama untuk mewujudkan aktifitas ekonomi dalam mendapatkan kebahagiaan[1].
Problem manusia senantiasa menarik perhatian yang besar diri individu-individu manusia hal ini merupakan refresentasi dari komunitas dan berbagai macam ihtiar untuk mengatasi kesulitan-kesulitan bahkan merupakan problem yang penting. Akan tetapi manusia gagal  atau hanya berhasil secara parsial dalam menegakkan solusi yang pantas dan seimbang dalam problem yang terus menerus tak berkesudahan.
Upaya-upaya untuk memecahkan problem dengan menjauhi protrksi kebenaran-kebenaran individu dan dengan sepenuhnya mengesampingkan kebaikan umum masyarakat, sebgaimana syistem kapitalis. Atau secara total meruntukkan keberaran-kebenaran individu sebagaimana syistem sosialis.
Pada sisi yang lain Islam memperhatikan asfek kemerdekaan individual tanpa merugikan kebijakan umum masyarakat. Islam menemukan keseimbangan yang tidak berat sebelah dan benar-benar antara keselarasan individu dan kebajikan umum masyarakat. Islam mengkombinasikan kemajuan-kemajuan komunis dan kapitalis tanpa kejahatan dan penyediaan oportunitas keduanya bagi pekerjaan dan jabatan penuh tanpa ketakutan penguarangan setiap investasi ataupun pertumbuhan capital dalam komunis[2]. Walaupun demikian, bukan berarti ekonomi Islam merupakan antitesa dari kedua system perekonomian tersebut. Ekonomi Islam ada semenjak Islam diturunkan di bumi Arab pada ahir abad ke-6 masehi[3].
B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimanakah nilai,  prinsip dan distribusi dalam sitem ekonomi Islam dan system  ekonomi lainya ?
2.      Bagaimana Aplikasi prinsip dan distribusi ekonomi Islam pada perekonomian Indpnesia?



BAB II. NILAI DAN PRINSIP DISTRIBUSI

A.                PENGERTIAN DISTRIBUSI
Distribusi adalah klasifikasi  pembayaran berupa upah, sewa, bunga, modal dan laba yang berhubungan dengan tugas-tugas yang dilaksanakan oleh tanah, tenaga kerja, modal dan pengusaha-pengusaha. Distribusi adalah proses penentuan harga yang dipandang dari sudut penerima pendapatan untuk pemasaran (marketing). Terkadang dinamakan sebagai functional distribution.[4]
Pembahasan distribusi tidakan akan lepas dari konsep moral ekonomi yang dianut. Juga tidak lepas dari  model instrument  yang diterapkan individu ataupun Negara, dalam menentukan sumber-sumber maupun cara – cara pendistribusian pendapatan. Konsep moral ekonomi yang berkaitan dengan materi, kepemilikan dan kekayaan hendaknya difahami untuk tujuan menjaga persamaan dan mengikis kesenjangan.[5] Prinsip-prinsip ekonomi harus disepakati dalam koridor pencapaian standar hidup secara umum dan pencegahannya eksploitasi kelompok kaya terhadap kelompok miskin.
Distribusi sumberdaya, hendaknya membawa umat manusia terhindar dari kesenjangan dan ketidak seimbangan dalam penguasaan sumber-sumber daya yang ada di suatu Negara.
Kaum sosialis mengecam masyarakat kapitalis karena di dalam masyarakat kapitalis kekayaan dan kemewahan hanya dikuasai oleh sekelompok orang, sedangkan mayoritas masyarakat adalah kaum miskin[6]. Mereka menaruh perhatian pada produksi barang-barang perlengkapan dan barang-barang mewah yang merealisasikan kaum kaya dengan keuntungan yang tinggi bagi para pemilik modal, produksi prabotan mewah, alat-alat kecantikan, dan berbagai macam barang kemewahan tanpa menaruh perhatian pada pemenuhan kebutuhan masyarakat luas yang kebanyakan dari kaum fakir.
Kritik kaum sosialis terhadap kaum kapitalis tersebut memang benar. Tetapi, mereka memerangi kebatilan dengan hal yang lebih batil darinya. Mereka berlindung di bawah kekuasaan sosialisme dari monopoli kapitalisme kepada monopoli yang lebih buruk dan lebih parah, yaitu monopoli negara yang menguasai semua sarana produksi seperti tanah, pabrik, dan ladang-ladang penambangan[7]. Negara menguasai keuntungan dan tidak dikembalikan seperti pengakuan mereka kepada para buruh (pekerja) yang memimpikan surga yang dijanjikan untuk mereka dalam bayang-bayang sistem sosialisme.
Akibat dari perbedaan komposisi andil dalam produksi yang dimiliki oleh masing-masing individu, berbeda-beda pula pendapatan yang didapat oleh masing-masing individu. Islam menolak butir kedua dari empat unsur tersebut di atas, yaitu unsur bunga. Para ulama Islam telah sepakat bahwa setiap bentuk bunga adalah riba yang diharamkan. Adapun ketiga unsur yang lain, Islam membolehkannya jika terpenuhi syarat-syaratnya dan terealisasi prinsip dan batasan-batasannya[8].
Ekonomi Islam menolak butir kedua dari empat unsur (upah, sewa, bunga, keuntungan), yaitu unsur bunga. ketiga unsur yang lain, Islam membolehkannya jika terpenuhi syarat-syaratnya dan terealisasi prinsip dan batasan-batasannya. Ekonomi Islam terbebas dari kedua kedhaliman kapitalisme dan sosialisme. Islam membangun filosofi dan sistemnya di atas pilar-pilar yang lain, yang menekankan pada distribusi pra-produksi, yaitu pada distribusi sumber-sumber produksi, di tangan siapa kepemilikannya.Hak-hak, dan kewajiban-kewajiban atas kepelikan[9].
 Hal ini bukan berarti Islam tidak menaruh perhatian kepada kompensasi produksi. Ia memperlihatkannya juga sebagaimana kita lihat dalam perhatiannya terhadap pemenuhan hak-hak pra pekerja dan upah mereka yang adil setimpal dengan kewajiban yang telah mereka tunaikan. Distribusi dalam ekonomi Islam didasarkan pada dua nilai manusiawi yang sangat mendasar dan penting yaitu: nilai kebebasan dan nilai keadilan.
1.                  Distribusi pendapatan dan kekayaan di antara berbagai faktor produksi terdiri dari; Pertama, pembayaran sewa tidak bertentangan dengan jiwa Islam. Kedua, perbedaan upah akibat bakat dan kesanggupan diakui oleh Islam. Syarat pokoknya adalah majikan tidak mengisap para pekerja dan mereka harus membayar haknya. Ketiga, terdapat kontroversi antara riba dan bunga. Tapi bila arti riba dipandang dalam perspektif sejarahnya tampaknya tidak terdapat perbedaan antara riba dan bunga. Keempat, Islam membolehkan laba biasa bukan laba monopoli atau laba yang timbul dari spekulasi.
2.                  Dalam ekonomi sosialis, produksi berada dalam kekuasaan pemerintah dan mengikuti perencanaan pusat. Semua sumber produksi adalah milik negara. Semua pekerja berada dalam kekuasaan dan rezim negara. Prinsip dalam distribusi pendapatan dan kekayaan adalah sesuai apa yang ditetapkan oleh rakyat yang diwakili oleh negara dan tidak ditentukan oleh pasar. Negara adalah yang merencanakan produksi nasional. Negara pula yang meletakkan kebijakan umum distribusi dengan segala macamnya baik berupa upah, gaji, bungan, maupun ongkos sewa.
3.               Dalam ekonomi kapitalis kekayaan dan kemewahan hanya dikuasai oleh sekelompok orang, sedangkan mayoritas masyarakat adalah kaum miskin. Mereka menaruh perhatian pada produksi barang-barang perelengkapan dan barang-barang mewah yang merealisasikan kaum kaya dengan keuntungan yang tinggi bagi para pemilik modal, produksi prabotan mewah, alat-alat kecantikan, dan berbagai macam barang kemewahan tanpa menaruh perhatian pada pemenuhan kebutuhan masyarakat luas yang kebanyakan dari kaum fakir.
Lain hanya, dalam ekonomi Islam menolak butir kedua dari empat unsur (upah, sewa, bunga, keuntungan), yaitu unsur bunga. ketiga unsur yang lain, Islam membolehkannya jika terpenuhi syarat-syaratnya dan terealisasi prinsip dan batasan-batasannya. Ekonomi Islam terbebas dari kedua kedhaliman kapitalisme dan sosialisme. Islam membangun filosofi dan sistemnya di atas pilar-pilar yang lain, yang menekankan pada distribusi para produksi, yaitu pada distribusi sumber-sumber produksi, di tangan siapa kepemilikannya. memperlihatkannya juga sebagaimana kita lihat dalam perhatiannya terhadap pemenuhan hak-hak pra pekerja dan upah mereka yang adil setimpal dengan kewajiban yang telah mereka tunaikan. Distribusi dalam ekonomi Islam didasarkan pada dua nilai manusiawi yang sangat mendasar dan penting yaitu: nilai kebebasan dan nilai keadilan
Islam telah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk dalam bidang ekonomi. Salah satu tujuannya adalah untuk mewujudkan keadilan dalam pendistribusian harta, baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun individu. Distribusi pendapatan, dalam ekonomi Islam menduduki posisi yang penting karena pembahasan distribusi pendapatan tidak hanya berkaitan dengan aspek ekonomi akan tetapi juga berkaitan dengan aspek sosial dan aspek politik. Dasar karakteristik pendistribusian adalah adil dan jujur, karena dalam Islam sekecil apapun perbuatan yang di lakukan, semua akan dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
B.                 PRINSIP  DISTRIBUSI KEKAYAAN
Distribusi dalam Islam secara prinsip  mengakui adanya hak milik pribadi. Islam juga tidak membiarkan kepemilikan bersama-sama sehingga manafikan hak pribadi. Prinsip utamanya adalah pembagian hasil dan peningkatan hasil kekayaan agar sirkulasi kekayaan dapat berjalan, dan merata di berbagai kalangan masyarakat. [10] Prinsip-prinsip distribusi kekayaan dalam system distribusi Islam, kekayaan harus dibagi kepada semua golongan masyarakat dan tidak beredar pada golongan kaya saja.
            Islam memiliki langkah-langkah dalam distribusi kekayaan secara lebih objective[11]. 1. Islam melarang perdagangan uang (Riba), judi,  penimbunan harta, pasar gelap. 2. Hukum Waris,  3. Kewajiban membayar zakat, infaq dan Sedekah, 4. Belanja wajib, 5 Kafarat, 6. Nadzar, 7.Sembelihan, 8. Insentif Negara.
Dalam Islam keadilan distribusi dan diatur hukum Islam yang sebenarnya cukup luar biasa. Islam mendorong penganutnya untuk berinfak dan bersedakah untuk mencari rido Allah, sebagai tabungan kelak di akherat.  Mencari rido Allah dengan jalan berbuat baik kepada semua manusia. Dan sebaik-baik orang muslim adalah  yang mampu beramarma’ruf nahimungkar serta beriman kepada Allah.[12]

C.                 TUJUAN DISTRIBUSI
Islam mengajarkan agar harta tidak menumpuk pada golongan tertentu di masyarakat dan mendorong terciptanya pemerataan dengan tidak berpihak pada satu kelompok atau golongan tertentu, sehingga proses distribusi dapat berjalan dengan adil. Ini dapat dilakukan dengan memberikan peluang yang sama bagi masyarakat untuk mendapatkan harta kekayaan, dan mewajibkan bagi yang mendapatkan harta berlebih untuk mengeluarkan zakat sebagai kompensasi bagi pensucian dan pembersihan harta tersebut atas hak orang lain.
Pemerataan distribusi merupakan salah satu sarana untuk perwujudkan keadilan, karena Islam menghendaki kesamaan pada manusia dalam memperoleh peluang untuk mendapatkan harta kekayaan tanpa memandang perbedaan kasta maupun warna kulit. Semua orang dapat memperoleh harta dengan bebas berdasarkan kemampuan usaha mereka, sehingga setiap orang mendapatkan jumlah yang berbeda-beda. Dari mereka yang lebih beruntung dikenakan kewajiban untuk mengeluarkan sebagian  arta mereka bagi saudara-saudaranya yang kurang beruntung sehingga redistribusi kekayaan dapat berjalan, serta akan menciptakan pemerataan pendapatan di masyarakat[13].
Pada prinsipnya distribusi mewujudkan beberapa hal berikut[14]: 1) pemenuhan kebutuhan bagi semua makhluk, 2) memberikan efek positif bagi pemberi itu sendiri seperti halnya zakat di samping dapat membersihkan diri dan harta, juga meningkatkan keimanan dan menumbuhkan kebiasaan untuk berbagi, 3) menciptakan kebaikan di antara  semua orang, 4) mengurangi kesenjangan pendapatan dan kekayaan, 5) pemanfaatan lebih baik terhadap sumberdaya dan aset, 6) memberikan harapan pada orang lain melalui pemberian.
 Diperkuat dengan ukuran prioritas bagi masyarakat yang berada dalam garis kemiskinan dan kefakiran, karena golongan ini rentan terhadap kekufuran yang secara eksplisit dapat dilihat dari urutan dalam delapan musta}iq zakat.
Distribusi yang merealisasikan beragam tujuan yang mencakup berbagai bidang kehidupan diantaranya[15] adalah:
1.            Tujuan dakwah`: yang dimaksud dakwah disini adalah dakwah kepada Islam dan masarakat. Ada bagian muallaf di dalam zakat. Orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka.[16]
2.            Tujuan pendidikan: secara umum bahwa distribusi dalam perspektif ekonomi Islam dalam mewujudkan beberapa tujuan pendidikan. Pendidikan terhadap akhlak terpuji, seperti suka memberi, berderma dan mengutamakan orang lain. Mensucikan dari akhlak tercela, seperti pelit, egois.[17]
3.            Tujuan sosial: Tujuan sosial terpenting bagi distribusi adalah :
a.     Memenuhi kebutuhan kelompok yang membutuhkan, dan menghidupkan prinsip solidaritas di dalam masyarakat muslim.
b.   Menguatkan ikatan cinta dan kasih sayang di antara individu dan kelompok di dalam masyarakat.
c.    Mengikis sebab-sebab kebencian dalam masyarakat, yang akan berdampak pada terealisasinya keamanan dan ketentraman masyarakat.
d.   Keadilan dalam distribusi yang mencakup pendistribusian sumber-sumber kekayaan

4.            Tujuan ekonomi
a.    Pengembangan harta dan pembersihannya, karena pemilik harta ketika menginfakan sebagian hartanya  kepada orang lain, baik infak wajib maupun sunnah, maka demikian itu akan mendorongnya untuk menginvestasikan hartanya sehingga tidakakan habis karena zakat
b.   Memberdayakan sumber daya manusia yang menganggur
c.     Andil dalam merealisasikan kesejahteraan ekonomi, dimana tingkat kesejahteraan ekonomi berkaitan dengan tingkat konsumsi . sedangkan tingkat konsumsi tidak hanya berkaitan dengan bentuk pemasukan saja, namun juga berkaitan dengan cara pendistribusiannya diantara individu masyarakat.


BAB. III. KEBIJAKAN DISTRIBUSI EKONOMI ISLAM DAN KEADILAN EKONOMI INDONESIA


Kebijakan distribusi yang diajarkan Islam sangat urgen agar harta tidak menumpuk pada golongan tertentu di masyarakat. Pemerintah dituntut untuk tidak berpihak pada satu kelompok atau golongan tertentu agar proses distribusi dapat berjalan dengan adil. Upaya yang harus dilakukan pemerintah Indonesia sebagai pemangku kebijakan distribusi ialah menghapus sistem bunga/ribawi yang hanya menguntungkan pihak yang bermodal yang berakibat pada penumpukan harta pada golongan tersebut dan membiarkan banyak kemiskinan di masyarkat yang pengentasannya berjalan lambat. Di samping itu, pemerintah juga harus menjamin terciptanya keadilan dalam distribusi yang diartikan sebagai suatu sistem distribusi pendapatan dan kekayaan secara adil dan diterima secara universal.
Kebijakan untuk menciptakan keadilan distribusi telah terwujud, maka akan tercipta kondisi sosial yang adil dalam masyarakat Indonesia. Kondisi sosial yang memprioritaskan kesejajaran di tengah-tengah masyarakat yang ditandai dengan tingkat kesejajaran pendapatan (kekayaan) dan kesejahteraan dapat dilihat dari menurunnya tingkat kemiskinan secara absolut, adanya kesempatan yang sama pada setiap orang dalam berusaha, dan terwujudnya aturan yang menjamin setiap orang mendapatkan haknya berdasarkan usahausaha  produktifnya
Demonstrasi para buruh tersebut tidak lain dipicu oleh rendahnya upah mereka sehingga mereka menuntut kenaikan upah yang selama ini dirasakan sangat rendah (tidak mencukupi kebutuhan hidup standar), adanya kontrak kerja yang hanya mementingkan pihak perusahaan dan tidak berpihak pada buruh, serta tuntutan akan adanya jaminan sosial yang selama ini banyak diabaikan perusahaan.
Tidak mengherankan karena buruh merasa selalu dieksploitasi tanpa mendapatkan kompensasi dari usaha yang telah mereka lakukan pada perusahaan[18]. Selain dari itu, konsep kepemilikan sebagai salah satu prinsip distribusi dalam ekonomi Islam telah menggariskan kebijakan yang jelas dalam menciptakan keadilan yakni dengan mengakui kepemilikan pribadi, namun juga tidak membenarkan penggunaan harta sebebasbebasnya dan sekehendak hatinya sehingga menimbulkan kesenjangan ekonomi yang mencolok di masyarakat, seperti gaya hidup mewah para anggota dewan di tengah kemiskinan rakyat yang diwakilinya. Hal ini dilarang karena dalam konsepsi Islam harta adalah amanah yang berfungsi menciptakan kesejahteraan masyarakat. Selain itu, yang tidak dapat dihilangkan adalah bahwa dalam harta tersebut terdapat hak orang lain yang harus dipenuhi.
Islam mewajibkan zakat, dan waris serta menganjurkan untuk mewakafkan harta, serta melaksanakan infak dan sedekah. Jika kesadaran tersebut telah tumbuh, maka secara langsung akan membentuk pribadi yang tidak hanya berpikir menciptakan kesejahteraan individu, namun juga bertanggung jawab pada terciptanya kesejahteraan pada lingkungan sosial[19].
Keadilan ekonomi dapat tercipta dengan menjamin terbukanya peluang yang sama bagi setiap orang untuk mendapatkan harta kekayaan, sehingga mekanisme pasar dapat bekerja dengan adil, mendorong masyarakat mampu untuk membayar zakat sebagai kompensasi bagi pensucian dan pembersihan harta atas hak orang lain. Pemerintah hendaknya menganjurkan bagi setiap orang yang memiliki harta kekayaan untuk mewakafkan hartanya, berinfak dan bersedekah sebagai amal sosial (sunnah) bagi kepentingan masyarakat luas.
Kebijakan distribusi dalam menciptakan keadilan ekonomi tersebut di atas akan lebih optimal di saat institusi distribusi yang ada di Indonesia menjalankan perannya dengan baik. Peran institusi distribusi dapat dipahami melalui beberapa sektor berikut:

A.    SEKTOR PEMERINTAH
Kesejahteraan masyarakat dapat terwujud jika pemerintah benar-benar berperan dalam mencukupi kebutuhan masyarakat, baik dasar/primer (daruri), sekunder (the need/ hajji), mapun tersier (the commendable/tahsini) dan the luxury (kamili). Atas dasar itu, pemerintah dilarang untuk berhenti pada pemenuhan kebutuhan dan pelayanan primer masyarakat saja, namun harus berusaha untuk mencukupi seluruh kebutuhan komplemen lainnya selama tidak bertentangan dengan syariah sehingga tercipta kehidupan masyarakatyang sejahtera[20].
Peran pemerintah dalam distribusi diperlukan terutama jika pasar tidak mampu menciptakan distribusi secara adil dan ada faktor penghambat untuk terciptanya mekanisme pasar yang efisien. Pemerintah memiliki otoritas untuk menghilangkanhambatan tersebut karena ketidakmampuan atau kurang sadarnya masyarakat.
Masalah penimbunan yang marak dilakukan pengusaha, monopoli dan oligopoly pengusaha besar pada komoditas tertentu, asimetris informasi, terputusnya jalur distribusi dengan menghalangi barang yang akan masuk ke pasar, maupun cara-cara lain yang dapat menghambat mekanisme pasar.
Pemerintah bertugas menegakkan kewajiban yang harus dilaksanakan setiap individu dan menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan, tugas pemerintah mengubah teori menjadi kenyataan, mengubah norma menjadi undang-undang, dan memindahkan keindahan etika menjadi tindakan sehari-hari. Pemerintah juga berperan sebagai penjamin terciptanya distribusi yang adil serta menjadi fasilitator pembangunan manusia dan menciptakan kesejahteraan masyarakat[21]. SEKTOR PUBLIC
Kesejahateraan ekonomi merupakan hasil dari kerja seluruh elemen yang ada di masyarakat, baik pemerintah, keluarga maupun masyarakat. Dalam menciptakan keadilan ekonomi, bukan hanya tanggung jawab pemerintah namun juga merupakan kewajiban masyarakat untuk mewujudkannya. Dengan menyadari setiap individu dalam masyarakat membutuhkan individuyang lainnya, maka masyarakat bekerja tidak selalu untuk kepentingan dirinya, namun juga untuk kepentingan orang lain.
Antara muslim satu dan muslim lainnya ibarat satu tubuh yang saling melengkapai antara satu dan lainnya[22]. Meskipun manusia diciptakan berbeda-beda, namun dengan perbedaan itulah setiap manusia dapat berbuat sesuatu yang bermanfaat untuk kepentingan masyarakat secara berbeda-beda. Masyarakat dituntut untuk menyadari akan peran pentingnya dalam menciptakan keadilan distribusi dan mempersempit kesenjangan ekonomi dengan menunaikan kewajiban zakat, mewakafkan sebagian harta yang dimiliki untuk kepentingan masyarakat, mengaktifkan hukum waris sebagai jaminan terhadap keluarga, berinfak serta bersedekah sebagai penyediaan layanan sosial.[23]
Secara makro peran ekonomi Islam dalam menciptakan keadilan ekonomi di Indonesia dapat diharapkan melalui aplikasi kebijakan ekonomi, optimalisasi peran institusi distribusi seperti pemerintah dan masyarakat, sehingga melahirkan kesadaran baik pemerintah maupun masyarakat dalam menciptakan keadilan ekonomi dengan mengaplikasikan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan dan berpihak pada masyarakat, bukan pada segelintir orang atau kelompok yang memiliki kepentingan, sehingga bangsa ini semakin jauh dari kesejahteraan.


BAB III. KESIMPULAN

Kebijakan distribusi yang ditawarkan ekonomi Islam dengan tidak berpihak hanya pada salah satu agen ekonomi, dan diperkuat dengan prinsip-prinsip yang jelas memberikan arahan bahwa keadilan ekonomi harus ditegakkan. Namun menciptakan keadilan ekonomi akan sulit terwujud jika tidak melibatkan peran institusi yang ada seperti halnya pemerintah dan masyarakat. Oleh sebab itu, peran kedua instrumen tersebut sangat dibutuhkan, karena kebijakan distribusi akan teraplikasikan dengan baik ketika kedua institusi yang ada berkerja.
Dalam ekonomi Kapitaslis modal hanya dikuasai oleh sekelompok orang saja dalam masyarakat kapitalis kekayaan dan kemewahan hanya dikuasai oleh sekelompok orang, sedangkan mayoritas masyarakat adalah kaum miskin.
 Dalam ekonomi sosialis, modal dikuasai oleh Negara, monopoli negara yang menguasai semua sarana produksi seperti tanah, pabrik, dan ladang-ladang penambangan. Negara menguasai keuntungan dan tidak dikembalikan seperti pengakuan mereka kepada para buruh (pekerja) yang memimpikan surga yang dijanjikan untuk mereka dalam bayang-bayang sistem sosialisme.  
Dalam ekonomi Islam didasarkan pada dua nilai manusiawi yang sangat mendasar dan penting yaitu: nilai kebebasan dan nilai keadilan.
Langkah awal yang dapat dilakukan ialah memberikan pemahaman yang sejelasjelasnya kepada pemerintah dan masyarakat selaku institusi ekonomi bahwa terciptanya keadilan ekonomi merupakan tanggung jawab bersama, bukan hanya tanggung jawab salah satu institusi yang ada, melainkan tanggung jawab bersama selaku agen ekonomi dan institusi ekonomi. Ketika institusi tersebut bekerja, keadilan diharapkan akan tercipta untuk memberi dampak pada tersebarnya harta secara adil di masyarakat yang akan menggerakkan ekonomi rakyat.


DAFTAR RUJUKAN

Al Harisi, Jaribah bin Ahmad, Dr. Fiqih Umar Bin Khatob, Khalifah 2006
An-Nabhani, Taqyudin, Membangun system ekonomi al ternatif, Perspektif Islam, Risalah Gusti 1990
Grossman, Gregory, Sistem-Sistem Ekonomi, Bumi Aksara, Jakarta, 2004
Jones Pip, Pengantar Teori-teori Sosial, dari teori Fungsional hingga Post-modernisme, Puataka Obor Indonesia, 2010
            Nasution, Mustafa Edwin, M.Sc, MAEP, Ph.D Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, Kencana Perdana Media Group, Jakarta 2006,
            Mandel, Ernes, Tesis tesis pokok Marxisme Resisi book , Yogyakarta, 2006,
P3EI, Ekonomi Islam, Rajawali Pers, 2012,
Qardhawi Yusufi, Peran nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Robbani Press, Jakarta:2001,
­            _____________, Fawaid al-bunuk hiya ar-Riba al-Muharram,  Dar al-wafa Mesir: t. tahun
Rahman, Afzalur, Al Qur’an dalam berbagai disiplin ilmu, Lembaga
Penelitian Sain-Sain Islam,Jakarta 1988,
Noor, Ruslan Abdul Ghofur Konsep distribusi dalam ekonomi Islam dan Format Keadilan Ekonomi di Idonesia. Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2013
________________, Kebijakan Distribusi Ekonomi Islam Dalam Membangun Keadilan Ekonomi Indonesia ISLAMICA, Vol. 6, No. 2, Maret  2012
_____________, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 2.  Penerbit Dana Bakti Wakaf, Yogyakarta 1995,
Suparmoko, M. Dr.MA. Pengantar Ekonomi Micro, BPFE Yogyakarta 1990
Suseno, Franz Magnis. Pemikiran Karl Marx. Dari Sosialis Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta 2003
Suseno, Franz Magnis. Pemikiran Karl Marx. Dari Sosialis Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta 2003
Winardi, Kamus Ekonomi, Mandar Maju, Bandung 1989
P3EI, Ekonomi Islam, Raja Grafindo, Jakrta 2008,
Ash Shadr, Muhammad Baqir, Buku Induk Ekonomi Islam, Zahra, Jakarta 2008



[1] Ruslan Abdul Ghofur Noor, Konsep distribusi dalam ekonomi Islam dan Format Keadilan Ekonomi di Idonesia. Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2013 hal 51
[2] Rahman, Afzalur, Al Qur’an dalam berbagai disiplin ilmu, Lembaga Penelitian Sain-Sain Islam,Jakarta 1988, hal 162
[3] P3EI, Ekonomi Islam, Rajawali Pers, 2012, hal 97
[4] Winardi, Kamus Ekonomi, Mandar Maju, Bandung 1989 hal 171
[5] Nasution, Mustafa Edwin, M.Sc, MAEP, Ph.D Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, Kencana Perdana Media Group, Jakarta 2006,  hal 119 -121
[6] Jones Pip, Pengantar Teori-teori Sosial, dari teori Fungsional hingga Post-modernisme, Puataka Obor Indonesia, 2010 hal 78 -79, Lihat juga. An-Nabhani, Taqyudin, Membangun system ekonomi al ternatif, Perspektif Islam, Risalah Gusti 1990 hal 6
[7] Ibid, An Nab Hani, hal 38- 39,  lihat juga, Suseno, Franz Magnis. Pemikiran Karl Marx. Dari Sosialis Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta 2003 hal 169
[8] Qardhaw Yusuf i, Fawaid al-bunuk hiya ar-Riba al-Muharram,  Dar al-wafa Mesir: t. tahun h. 80
[9] Ash Shadr, Muhammad Baqir, Buku Induk Ekonomi Islam, Zahra, Jakarta 2008 hal 147
[10] Surah al Hasr(59) ayat 7
[11] Rahman, Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 2.  Penerbit Dana Bakti Wakaf, Yogyakarta 1995, hal 93-95, Lihat P3EI, Ekonomi Islam, Raja Grafindo, Jakrta 2008, hal 274-275, lihat juga Nasution, Mustafa Edwin, M.Sc, MAEP, Ph.D Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam, Kencana Perdana Media Group, Jakarta 2006,  hal 136 - 140
[12] Lihat Surah Ali Imron (3) 110
[13] Ruslan Abdul Ghofur, Kebijakan Distribusi Ekonomi Islam Dalam Membangun Keadilan Ekonomi Indonesia ISLAMICA, Vol. 6, No. 2, Maret  2012 hal 322
[14] Ibid hal 323
[15] Al Harisi, Jaribah bin Ahmad, Dr. Fiqih Umar Bin Khatob, Khalifah 2006 hal213 - 218
[16] Lihat surah al Baqoroh (2) ayat 265
[17] Lihat surah At Taubah (9) ayat 103
[18] Ruslan Abdul Ghofur, Kebijakan Distribusi Ekonomi Islam Dalam Membangun Keadilan Ekonomi Indonesia ISLAMICA, Vol. 6, No. 2, Maret  2012 hal 325
[19]   Al Harisi, Jaribah bin Ahmad, Dr. Fiqih Umar Bin Khatob, Khalifah 2006 hal 214
[20] Ibid hal 325
[21] ibid
[22] al-Qur’an, 9 (al-Taubah): 71.
[23] Ibid 326

Tidak ada komentar:

Posting Komentar