NILAI PRINSIP
DAN TUJUAN DISTRIBUSI
Nama: Aye Sudarto
Program Studi Ekonomi Syariah
Konsentrasi Lembaga keuangan
Syariah
BAB
I. PENDAHULUAN
A. LATAR
BELAKANG
Pembangunan ekonomi yang dijalankan berdasarkan mekanisme pasar
yang tidak berjalan dengan adil sering menimbulkan permasalahan-permasalahan social
di masyarakat, di antaranya kesenjangan antara si kaya dan si miskin,
dimana yang kaya makin kaya dan yang
miskin makin semakin miskin. Kesenjangan
ini merupakan akibat dari tidak terciptanya keadilan distribusi di masyarakat.
Sistem ekonomi
merupakan sekumpulan prinsip dan tehnik dalam menyelesaikan permasalahan
ekonomi. Sistem ekonomi adalah sebagai organisasi
social yang terdapat
didalamnya individu, kelompok,
pemerintah, swasta yang bekerja sama untuk mewujudkan aktifitas ekonomi
dalam mendapatkan kebahagiaan[1].
Problem manusia
senantiasa menarik perhatian yang besar diri individu-individu manusia hal ini
merupakan refresentasi dari komunitas dan berbagai macam ihtiar untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan bahkan merupakan problem yang penting. Akan tetapi manusia
gagal atau hanya berhasil secara parsial
dalam menegakkan solusi yang pantas dan seimbang dalam problem yang terus
menerus tak berkesudahan.
Upaya-upaya
untuk memecahkan problem dengan menjauhi protrksi kebenaran-kebenaran individu
dan dengan sepenuhnya mengesampingkan kebaikan umum masyarakat, sebgaimana syistem
kapitalis. Atau secara total meruntukkan keberaran-kebenaran individu
sebagaimana syistem sosialis.
Pada sisi yang
lain Islam memperhatikan asfek kemerdekaan individual tanpa merugikan kebijakan
umum masyarakat. Islam menemukan keseimbangan yang tidak berat sebelah dan
benar-benar antara keselarasan individu dan kebajikan umum masyarakat. Islam
mengkombinasikan kemajuan-kemajuan komunis dan kapitalis tanpa kejahatan dan
penyediaan oportunitas keduanya bagi pekerjaan dan jabatan penuh tanpa
ketakutan penguarangan setiap investasi ataupun pertumbuhan capital dalam
komunis[2].
Walaupun demikian, bukan berarti ekonomi Islam merupakan antitesa dari kedua
system perekonomian tersebut. Ekonomi Islam ada semenjak Islam diturunkan di
bumi Arab pada ahir abad ke-6 masehi[3].
B. RUMUSAN
MASALAH
1. Bagaimanakah
nilai, prinsip dan distribusi dalam sitem
ekonomi Islam dan system ekonomi lainya ?
2. Bagaimana
Aplikasi prinsip dan distribusi ekonomi Islam pada perekonomian Indpnesia?
BAB
II. NILAI DAN PRINSIP DISTRIBUSI
A.
PENGERTIAN DISTRIBUSI
Distribusi
adalah klasifikasi pembayaran berupa
upah, sewa, bunga, modal dan laba yang berhubungan dengan tugas-tugas yang
dilaksanakan oleh tanah, tenaga kerja, modal dan pengusaha-pengusaha.
Distribusi adalah proses penentuan harga yang dipandang dari sudut penerima
pendapatan untuk pemasaran (marketing).
Terkadang dinamakan sebagai functional
distribution.[4]
Pembahasan
distribusi tidakan akan lepas dari konsep moral ekonomi yang dianut. Juga tidak
lepas dari model instrument yang diterapkan individu ataupun Negara,
dalam menentukan sumber-sumber maupun cara – cara pendistribusian pendapatan.
Konsep moral ekonomi yang berkaitan dengan materi, kepemilikan dan kekayaan
hendaknya difahami untuk tujuan menjaga persamaan dan mengikis kesenjangan.[5]
Prinsip-prinsip ekonomi harus disepakati dalam koridor pencapaian standar hidup
secara umum dan pencegahannya eksploitasi kelompok kaya terhadap kelompok
miskin.
Distribusi
sumberdaya, hendaknya membawa umat manusia terhindar dari kesenjangan dan
ketidak seimbangan dalam penguasaan sumber-sumber daya yang ada di suatu
Negara.
Kaum
sosialis mengecam masyarakat kapitalis karena di dalam masyarakat kapitalis
kekayaan dan kemewahan hanya dikuasai oleh sekelompok orang, sedangkan
mayoritas masyarakat adalah kaum miskin[6].
Mereka menaruh perhatian pada produksi barang-barang perlengkapan dan
barang-barang mewah yang merealisasikan kaum kaya dengan keuntungan yang tinggi
bagi para pemilik modal, produksi prabotan mewah, alat-alat kecantikan, dan
berbagai macam barang kemewahan tanpa menaruh perhatian pada pemenuhan
kebutuhan masyarakat luas yang kebanyakan dari kaum fakir.
Kritik
kaum sosialis terhadap kaum kapitalis tersebut memang benar. Tetapi, mereka memerangi
kebatilan dengan hal yang lebih batil darinya. Mereka berlindung di bawah
kekuasaan sosialisme dari monopoli kapitalisme kepada monopoli yang lebih buruk
dan lebih parah, yaitu monopoli negara yang menguasai semua sarana produksi
seperti tanah, pabrik, dan ladang-ladang penambangan[7].
Negara menguasai keuntungan dan tidak dikembalikan seperti pengakuan mereka
kepada para buruh (pekerja) yang memimpikan surga yang dijanjikan untuk mereka
dalam bayang-bayang sistem sosialisme.
Akibat
dari perbedaan komposisi andil dalam produksi yang dimiliki oleh masing-masing
individu, berbeda-beda pula pendapatan yang didapat oleh masing-masing
individu. Islam menolak butir kedua dari empat unsur tersebut di atas, yaitu
unsur bunga. Para ulama Islam telah sepakat bahwa setiap bentuk bunga adalah
riba yang diharamkan. Adapun ketiga unsur yang lain, Islam membolehkannya jika
terpenuhi syarat-syaratnya dan terealisasi prinsip dan batasan-batasannya[8].
Ekonomi Islam menolak butir kedua dari empat unsur
(upah, sewa, bunga, keuntungan), yaitu unsur bunga. ketiga unsur yang lain,
Islam membolehkannya jika terpenuhi syarat-syaratnya dan terealisasi prinsip
dan batasan-batasannya. Ekonomi Islam terbebas dari kedua kedhaliman
kapitalisme dan sosialisme. Islam membangun filosofi dan sistemnya di atas
pilar-pilar yang lain, yang menekankan pada distribusi pra-produksi, yaitu pada
distribusi sumber-sumber produksi, di tangan siapa kepemilikannya.Hak-hak, dan
kewajiban-kewajiban atas kepelikan[9].
Hal ini bukan berarti Islam tidak menaruh
perhatian kepada kompensasi produksi. Ia memperlihatkannya juga sebagaimana
kita lihat dalam perhatiannya terhadap pemenuhan hak-hak pra pekerja dan upah
mereka yang adil setimpal dengan kewajiban yang telah mereka tunaikan.
Distribusi dalam ekonomi Islam didasarkan pada dua nilai manusiawi yang sangat
mendasar dan penting yaitu: nilai kebebasan dan nilai keadilan.
1.
Distribusi
pendapatan dan kekayaan di antara berbagai faktor produksi terdiri dari; Pertama, pembayaran
sewa tidak bertentangan dengan jiwa Islam. Kedua, perbedaan upah
akibat bakat dan kesanggupan diakui oleh Islam. Syarat pokoknya adalah majikan
tidak mengisap para pekerja dan mereka harus membayar haknya. Ketiga, terdapat
kontroversi antara riba dan bunga. Tapi bila arti riba dipandang dalam
perspektif sejarahnya tampaknya tidak terdapat perbedaan antara riba dan
bunga. Keempat, Islam membolehkan laba biasa bukan laba
monopoli atau laba yang timbul dari spekulasi.
2.
Dalam
ekonomi sosialis, produksi berada dalam kekuasaan pemerintah dan mengikuti
perencanaan pusat. Semua sumber produksi adalah milik negara. Semua pekerja
berada dalam kekuasaan dan rezim negara. Prinsip dalam distribusi pendapatan
dan kekayaan adalah sesuai apa yang ditetapkan oleh rakyat yang diwakili oleh
negara dan tidak ditentukan oleh pasar. Negara adalah yang merencanakan
produksi nasional. Negara pula yang meletakkan kebijakan umum distribusi dengan
segala macamnya baik berupa upah, gaji, bungan, maupun ongkos sewa.
3.
Dalam
ekonomi kapitalis kekayaan dan kemewahan hanya dikuasai oleh sekelompok orang,
sedangkan mayoritas masyarakat adalah kaum miskin. Mereka menaruh perhatian
pada produksi barang-barang perelengkapan dan barang-barang mewah yang
merealisasikan kaum kaya dengan keuntungan yang tinggi bagi para pemilik modal,
produksi prabotan mewah, alat-alat kecantikan, dan berbagai macam barang
kemewahan tanpa menaruh perhatian pada pemenuhan kebutuhan masyarakat luas yang
kebanyakan dari kaum fakir.
Lain
hanya, dalam ekonomi Islam menolak butir kedua dari empat unsur (upah, sewa,
bunga, keuntungan), yaitu unsur bunga. ketiga unsur yang lain, Islam
membolehkannya jika terpenuhi syarat-syaratnya dan terealisasi prinsip dan
batasan-batasannya. Ekonomi Islam terbebas dari kedua kedhaliman kapitalisme
dan sosialisme. Islam membangun filosofi dan sistemnya di atas pilar-pilar yang
lain, yang menekankan pada distribusi para produksi, yaitu pada distribusi
sumber-sumber produksi, di tangan siapa kepemilikannya. memperlihatkannya juga
sebagaimana kita lihat dalam perhatiannya terhadap pemenuhan hak-hak pra
pekerja dan upah mereka yang adil setimpal dengan kewajiban yang telah mereka
tunaikan. Distribusi dalam ekonomi Islam didasarkan pada dua nilai manusiawi
yang sangat mendasar dan penting yaitu: nilai kebebasan dan nilai keadilan
Islam telah mengatur seluruh aspek kehidupan
manusia, termasuk dalam bidang ekonomi. Salah satu tujuannya adalah untuk
mewujudkan keadilan dalam pendistribusian harta, baik dalam kehidupan
bermasyarakat maupun individu. Distribusi pendapatan, dalam ekonomi Islam
menduduki posisi yang penting karena pembahasan distribusi pendapatan tidak
hanya berkaitan dengan aspek ekonomi akan tetapi juga berkaitan dengan aspek
sosial dan aspek politik. Dasar karakteristik pendistribusian adalah adil dan
jujur, karena dalam Islam sekecil apapun perbuatan yang di lakukan, semua akan
dipertanggungjawabkan di akhirat kelak.
B.
PRINSIP
DISTRIBUSI KEKAYAAN
Distribusi
dalam Islam secara prinsip mengakui
adanya hak milik pribadi. Islam juga tidak membiarkan kepemilikan bersama-sama
sehingga manafikan hak pribadi. Prinsip utamanya adalah pembagian hasil dan
peningkatan hasil kekayaan agar sirkulasi kekayaan dapat berjalan, dan merata
di berbagai kalangan masyarakat. [10]
Prinsip-prinsip distribusi kekayaan dalam system distribusi Islam, kekayaan
harus dibagi kepada semua golongan masyarakat dan tidak beredar pada golongan
kaya saja.
Islam memiliki langkah-langkah dalam
distribusi kekayaan secara lebih objective[11].
1. Islam melarang perdagangan uang (Riba), judi, penimbunan harta, pasar gelap. 2. Hukum
Waris, 3. Kewajiban membayar zakat,
infaq dan Sedekah, 4. Belanja wajib,
5 Kafarat, 6. Nadzar, 7.Sembelihan, 8. Insentif Negara.
Dalam
Islam keadilan distribusi dan diatur hukum Islam yang sebenarnya cukup luar
biasa. Islam mendorong penganutnya untuk berinfak dan bersedakah untuk mencari
rido Allah, sebagai tabungan kelak di akherat.
Mencari rido Allah dengan jalan berbuat baik kepada semua manusia. Dan
sebaik-baik orang muslim adalah yang
mampu beramarma’ruf nahimungkar serta beriman kepada Allah.[12]
C.
TUJUAN DISTRIBUSI
Islam mengajarkan agar harta tidak menumpuk pada golongan tertentu
di masyarakat dan mendorong terciptanya pemerataan dengan tidak berpihak pada
satu kelompok atau golongan tertentu, sehingga proses distribusi dapat berjalan
dengan adil. Ini dapat dilakukan dengan memberikan peluang yang sama bagi
masyarakat untuk mendapatkan harta kekayaan, dan mewajibkan bagi yang
mendapatkan harta berlebih untuk mengeluarkan zakat sebagai kompensasi bagi
pensucian dan pembersihan harta tersebut atas hak orang lain.
Pemerataan distribusi merupakan salah satu sarana untuk perwujudkan
keadilan, karena Islam menghendaki kesamaan pada manusia dalam memperoleh
peluang untuk mendapatkan harta kekayaan tanpa memandang perbedaan kasta maupun
warna kulit. Semua orang dapat memperoleh harta dengan bebas berdasarkan
kemampuan usaha mereka, sehingga setiap orang mendapatkan jumlah yang
berbeda-beda. Dari mereka yang lebih beruntung dikenakan kewajiban untuk
mengeluarkan sebagian arta mereka bagi
saudara-saudaranya yang kurang beruntung sehingga redistribusi kekayaan dapat berjalan,
serta akan menciptakan pemerataan pendapatan di masyarakat[13].
Pada prinsipnya distribusi mewujudkan beberapa hal berikut[14]: 1) pemenuhan kebutuhan
bagi semua makhluk, 2) memberikan efek positif bagi pemberi itu sendiri seperti
halnya zakat di samping dapat membersihkan diri dan harta, juga meningkatkan keimanan
dan menumbuhkan kebiasaan untuk berbagi, 3) menciptakan kebaikan di antara semua orang, 4) mengurangi kesenjangan
pendapatan dan kekayaan, 5) pemanfaatan lebih baik terhadap sumberdaya dan
aset, 6) memberikan harapan pada orang lain melalui pemberian.
Diperkuat dengan ukuran
prioritas bagi masyarakat yang berada dalam garis kemiskinan dan kefakiran,
karena golongan ini rentan terhadap kekufuran yang secara eksplisit dapat
dilihat dari urutan dalam delapan musta}iq zakat.
Distribusi yang
merealisasikan beragam tujuan yang mencakup berbagai bidang kehidupan diantaranya[15]
adalah:
1.
Tujuan dakwah`: yang dimaksud
dakwah disini adalah dakwah kepada Islam dan masarakat. Ada bagian muallaf di dalam zakat. Orang-orang
yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan
jiwa mereka.[16]
2.
Tujuan pendidikan: secara umum
bahwa distribusi dalam perspektif ekonomi Islam dalam mewujudkan beberapa
tujuan pendidikan.
Pendidikan
terhadap akhlak terpuji, seperti suka memberi, berderma dan mengutamakan orang
lain. Mensucikan dari
akhlak tercela, seperti pelit, egois.[17]
3.
Tujuan sosial: Tujuan sosial
terpenting bagi distribusi adalah :
a. Memenuhi
kebutuhan kelompok yang membutuhkan, dan menghidupkan prinsip solidaritas di
dalam masyarakat muslim.
b. Menguatkan
ikatan cinta dan kasih sayang di antara individu dan kelompok di dalam
masyarakat.
c. Mengikis
sebab-sebab kebencian dalam masyarakat, yang akan berdampak pada terealisasinya
keamanan dan ketentraman masyarakat.
d. Keadilan dalam
distribusi yang mencakup pendistribusian sumber-sumber kekayaan
4.
Tujuan ekonomi
a. Pengembangan
harta dan pembersihannya, karena pemilik harta ketika menginfakan sebagian
hartanya kepada orang lain, baik infak wajib maupun sunnah, maka
demikian itu akan mendorongnya untuk menginvestasikan hartanya sehingga
tidakakan habis karena zakat
b. Memberdayakan
sumber daya manusia yang menganggur
c. Andil
dalam merealisasikan kesejahteraan ekonomi, dimana tingkat kesejahteraan
ekonomi berkaitan dengan tingkat konsumsi . sedangkan tingkat konsumsi tidak
hanya berkaitan dengan bentuk pemasukan saja, namun juga berkaitan dengan cara
pendistribusiannya diantara individu masyarakat.
BAB. III. KEBIJAKAN DISTRIBUSI
EKONOMI ISLAM DAN KEADILAN EKONOMI INDONESIA
Kebijakan distribusi yang diajarkan
Islam sangat urgen agar harta tidak menumpuk pada golongan tertentu di
masyarakat. Pemerintah dituntut untuk tidak berpihak pada satu kelompok atau
golongan tertentu agar proses distribusi dapat berjalan dengan adil. Upaya yang
harus dilakukan pemerintah Indonesia sebagai pemangku kebijakan distribusi
ialah menghapus sistem bunga/ribawi yang hanya menguntungkan pihak yang
bermodal yang berakibat pada penumpukan harta pada golongan tersebut dan
membiarkan banyak kemiskinan di masyarkat yang pengentasannya berjalan lambat.
Di samping itu, pemerintah juga harus menjamin terciptanya keadilan dalam
distribusi yang diartikan sebagai suatu sistem distribusi pendapatan dan
kekayaan secara adil dan diterima secara universal.
Kebijakan untuk menciptakan keadilan
distribusi telah terwujud, maka akan tercipta kondisi sosial yang adil dalam
masyarakat Indonesia. Kondisi sosial yang memprioritaskan kesejajaran di
tengah-tengah masyarakat yang ditandai dengan tingkat kesejajaran pendapatan
(kekayaan) dan kesejahteraan dapat dilihat dari menurunnya tingkat kemiskinan
secara absolut, adanya kesempatan yang sama pada setiap orang dalam berusaha,
dan terwujudnya aturan yang menjamin setiap orang mendapatkan haknya
berdasarkan usahausaha produktifnya
Demonstrasi para buruh tersebut tidak
lain dipicu oleh rendahnya upah mereka sehingga mereka menuntut kenaikan upah
yang selama ini dirasakan sangat rendah (tidak mencukupi kebutuhan hidup
standar), adanya kontrak kerja yang hanya mementingkan pihak perusahaan dan
tidak berpihak pada buruh, serta tuntutan akan adanya jaminan sosial yang
selama ini banyak diabaikan perusahaan.
Tidak mengherankan karena buruh merasa
selalu dieksploitasi tanpa mendapatkan kompensasi dari usaha yang telah mereka lakukan pada perusahaan[18]. Selain dari itu, konsep kepemilikan
sebagai salah satu prinsip distribusi dalam ekonomi Islam telah menggariskan
kebijakan yang jelas dalam menciptakan keadilan yakni dengan mengakui
kepemilikan pribadi, namun juga tidak membenarkan penggunaan harta
sebebasbebasnya dan sekehendak hatinya sehingga menimbulkan kesenjangan ekonomi
yang mencolok di masyarakat, seperti gaya hidup mewah para anggota dewan di
tengah kemiskinan rakyat yang diwakilinya. Hal ini dilarang karena dalam
konsepsi Islam harta adalah amanah yang berfungsi menciptakan kesejahteraan
masyarakat. Selain itu, yang tidak dapat dihilangkan adalah bahwa dalam harta
tersebut terdapat hak orang lain yang harus dipenuhi.
Islam mewajibkan zakat, dan waris serta
menganjurkan untuk mewakafkan harta, serta melaksanakan infak dan sedekah. Jika
kesadaran tersebut telah tumbuh, maka secara langsung akan membentuk pribadi yang
tidak hanya berpikir menciptakan kesejahteraan individu, namun juga bertanggung
jawab pada terciptanya kesejahteraan pada lingkungan sosial[19].
Keadilan ekonomi dapat tercipta dengan
menjamin terbukanya peluang yang sama bagi setiap orang untuk mendapatkan harta
kekayaan, sehingga mekanisme pasar dapat bekerja dengan adil, mendorong
masyarakat mampu untuk membayar zakat sebagai kompensasi bagi pensucian dan
pembersihan harta atas hak orang lain. Pemerintah hendaknya menganjurkan bagi setiap orang yang memiliki harta kekayaan
untuk mewakafkan hartanya, berinfak dan bersedekah sebagai amal sosial (sunnah)
bagi kepentingan masyarakat luas.
Kebijakan distribusi dalam menciptakan
keadilan ekonomi tersebut di atas akan lebih optimal di saat institusi
distribusi yang ada di Indonesia menjalankan perannya dengan baik. Peran
institusi distribusi dapat dipahami melalui beberapa sektor berikut:
A.
SEKTOR PEMERINTAH
Kesejahteraan masyarakat dapat terwujud jika pemerintah
benar-benar berperan dalam mencukupi kebutuhan masyarakat, baik dasar/primer (daruri),
sekunder (the need/ hajji), mapun tersier (the
commendable/tahsini) dan the luxury (kamili). Atas dasar itu,
pemerintah dilarang untuk berhenti pada pemenuhan kebutuhan dan pelayanan
primer masyarakat saja, namun harus berusaha untuk mencukupi seluruh kebutuhan
komplemen lainnya selama tidak bertentangan dengan syariah sehingga tercipta
kehidupan masyarakatyang sejahtera[20].
Peran pemerintah dalam distribusi diperlukan terutama jika pasar
tidak mampu menciptakan distribusi secara adil dan ada faktor penghambat untuk
terciptanya mekanisme pasar yang efisien. Pemerintah memiliki otoritas untuk
menghilangkanhambatan tersebut karena ketidakmampuan atau kurang sadarnya
masyarakat.
Masalah penimbunan yang marak dilakukan pengusaha, monopoli dan oligopoly
pengusaha besar pada komoditas tertentu, asimetris informasi, terputusnya jalur
distribusi dengan menghalangi barang yang akan masuk ke pasar, maupun cara-cara
lain yang dapat menghambat mekanisme pasar.
Pemerintah bertugas menegakkan kewajiban yang harus dilaksanakan
setiap individu dan menjatuhkan sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan,
tugas pemerintah mengubah teori menjadi kenyataan, mengubah norma menjadi
undang-undang, dan memindahkan keindahan etika menjadi tindakan sehari-hari. Pemerintah
juga berperan sebagai penjamin terciptanya distribusi yang adil serta menjadi fasilitator
pembangunan manusia dan menciptakan kesejahteraan masyarakat[21]. SEKTOR PUBLIC
Kesejahateraan ekonomi merupakan hasil dari kerja seluruh elemen
yang ada di masyarakat, baik pemerintah, keluarga maupun masyarakat. Dalam menciptakan
keadilan ekonomi, bukan hanya tanggung jawab pemerintah namun juga merupakan
kewajiban masyarakat untuk mewujudkannya. Dengan menyadari setiap individu
dalam masyarakat membutuhkan individuyang lainnya, maka masyarakat bekerja
tidak selalu untuk kepentingan dirinya, namun juga untuk kepentingan orang lain.
Antara muslim satu dan muslim lainnya ibarat satu tubuh yang
saling melengkapai antara satu dan lainnya[22]. Meskipun manusia diciptakan
berbeda-beda, namun dengan perbedaan itulah setiap manusia dapat berbuat
sesuatu yang bermanfaat untuk kepentingan masyarakat secara berbeda-beda.
Masyarakat dituntut untuk menyadari akan peran pentingnya dalam menciptakan
keadilan distribusi dan mempersempit kesenjangan ekonomi dengan menunaikan
kewajiban zakat, mewakafkan sebagian harta yang dimiliki untuk kepentingan masyarakat,
mengaktifkan hukum waris sebagai jaminan terhadap keluarga, berinfak serta bersedekah
sebagai penyediaan layanan sosial.[23]
Secara makro peran ekonomi Islam dalam menciptakan keadilan ekonomi
di Indonesia dapat diharapkan melalui aplikasi kebijakan ekonomi, optimalisasi
peran institusi distribusi seperti pemerintah dan masyarakat, sehingga
melahirkan kesadaran baik pemerintah maupun masyarakat dalam menciptakan
keadilan ekonomi dengan mengaplikasikan kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan
dan berpihak pada masyarakat, bukan pada segelintir orang atau kelompok yang
memiliki kepentingan, sehingga bangsa ini semakin jauh dari kesejahteraan.
BAB III. KESIMPULAN
Kebijakan distribusi yang ditawarkan
ekonomi Islam dengan tidak berpihak hanya pada salah satu agen ekonomi, dan
diperkuat dengan prinsip-prinsip yang jelas memberikan arahan bahwa keadilan
ekonomi harus ditegakkan. Namun menciptakan keadilan ekonomi akan sulit
terwujud jika tidak melibatkan peran institusi yang ada seperti halnya
pemerintah dan masyarakat. Oleh sebab itu, peran kedua instrumen tersebut
sangat dibutuhkan, karena kebijakan distribusi akan teraplikasikan dengan baik
ketika kedua institusi yang ada berkerja.
Dalam ekonomi
Kapitaslis modal hanya dikuasai oleh sekelompok orang saja dalam masyarakat kapitalis
kekayaan dan kemewahan hanya dikuasai oleh sekelompok orang, sedangkan
mayoritas masyarakat adalah kaum miskin.
Dalam ekonomi sosialis, modal dikuasai oleh
Negara, monopoli negara yang menguasai semua sarana produksi seperti tanah,
pabrik, dan ladang-ladang penambangan. Negara menguasai keuntungan dan tidak
dikembalikan seperti pengakuan mereka kepada para buruh (pekerja) yang
memimpikan surga yang dijanjikan untuk mereka dalam bayang-bayang sistem
sosialisme.
Dalam
ekonomi Islam didasarkan pada dua nilai manusiawi yang sangat mendasar dan
penting yaitu: nilai kebebasan dan nilai keadilan.
Langkah awal yang dapat dilakukan ialah memberikan pemahaman yang
sejelasjelasnya kepada pemerintah dan masyarakat selaku institusi ekonomi bahwa
terciptanya keadilan ekonomi merupakan tanggung jawab bersama, bukan hanya
tanggung jawab salah satu institusi yang ada, melainkan tanggung jawab bersama
selaku agen ekonomi dan institusi ekonomi. Ketika institusi tersebut bekerja,
keadilan diharapkan akan tercipta untuk memberi dampak pada tersebarnya harta
secara adil di masyarakat yang akan menggerakkan ekonomi rakyat.
DAFTAR
RUJUKAN
Al Harisi,
Jaribah bin Ahmad, Dr. Fiqih Umar Bin
Khatob, Khalifah 2006
An-Nabhani,
Taqyudin, Membangun system ekonomi al
ternatif, Perspektif Islam, Risalah Gusti 1990
Grossman,
Gregory, Sistem-Sistem Ekonomi, Bumi
Aksara, Jakarta, 2004
Jones Pip, Pengantar Teori-teori Sosial, dari teori
Fungsional hingga Post-modernisme, Puataka Obor Indonesia, 2010
Nasution,
Mustafa Edwin, M.Sc, MAEP, Ph.D Pengenalan
Ekslusif Ekonomi Islam, Kencana Perdana Media Group, Jakarta 2006,
Mandel, Ernes, Tesis tesis pokok Marxisme Resisi book , Yogyakarta, 2006,
P3EI, Ekonomi
Islam, Rajawali Pers, 2012,
Qardhawi
Yusufi, Peran nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam, Robbani
Press, Jakarta:2001,
_____________, Fawaid al-bunuk hiya ar-Riba
al-Muharram, Dar al-wafa Mesir: t. tahun
Rahman, Afzalur,
Al Qur’an dalam berbagai disiplin ilmu,
Lembaga
Penelitian Sain-Sain Islam,Jakarta 1988,
Noor, Ruslan
Abdul Ghofur Konsep distribusi dalam
ekonomi Islam dan Format Keadilan Ekonomi di Idonesia. Pustaka Pelajar,
Yogyakarta 2013
________________, Kebijakan Distribusi Ekonomi
Islam Dalam Membangun Keadilan Ekonomi Indonesia ISLAMICA, Vol. 6, No. 2, Maret 2012
_____________, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 2. Penerbit Dana Bakti Wakaf, Yogyakarta 1995,
Suparmoko, M.
Dr.MA. Pengantar Ekonomi Micro, BPFE
Yogyakarta 1990
Suseno, Franz
Magnis. Pemikiran Karl Marx. Dari
Sosialis Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta 2003
Suseno, Franz
Magnis. Pemikiran Karl Marx. Dari
Sosialis Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta 2003
Winardi, Kamus Ekonomi, Mandar Maju, Bandung 1989
P3EI, Ekonomi Islam, Raja Grafindo, Jakrta
2008,
Ash Shadr,
Muhammad Baqir, Buku Induk Ekonomi Islam, Zahra, Jakarta 2008
[1] Ruslan
Abdul Ghofur Noor, Konsep distribusi
dalam ekonomi Islam dan Format Keadilan Ekonomi di Idonesia. Pustaka
Pelajar, Yogyakarta 2013 hal 51
[2] Rahman,
Afzalur, Al Qur’an dalam berbagai
disiplin ilmu, Lembaga Penelitian Sain-Sain Islam,Jakarta 1988, hal 162
[3]
P3EI, Ekonomi Islam, Rajawali Pers, 2012, hal 97
[4] Winardi,
Kamus Ekonomi, Mandar Maju, Bandung
1989 hal 171
[5]
Nasution, Mustafa Edwin, M.Sc, MAEP, Ph.D Pengenalan
Ekslusif Ekonomi Islam, Kencana Perdana Media Group, Jakarta 2006, hal 119 -121
[6] Jones
Pip, Pengantar Teori-teori Sosial, dari
teori Fungsional hingga Post-modernisme, Puataka Obor Indonesia, 2010 hal
78 -79, Lihat juga. An-Nabhani, Taqyudin, Membangun
system ekonomi al ternatif, Perspektif Islam, Risalah Gusti 1990 hal 6
[7] Ibid, An
Nab Hani, hal 38- 39, lihat juga,
Suseno, Franz Magnis. Pemikiran Karl
Marx. Dari Sosialis Utopis ke Perselisihan Revisionisme. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta 2003 hal 169
[9]
Ash Shadr, Muhammad Baqir, Buku Induk Ekonomi Islam, Zahra, Jakarta 2008 hal
147
[10] Surah
al Hasr(59) ayat 7
[11] Rahman,
Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam, Jilid 2. Penerbit Dana Bakti Wakaf, Yogyakarta 1995,
hal 93-95, Lihat P3EI, Ekonomi Islam,
Raja Grafindo, Jakrta 2008, hal 274-275, lihat juga Nasution, Mustafa Edwin,
M.Sc, MAEP, Ph.D Pengenalan Ekslusif
Ekonomi Islam, Kencana Perdana Media Group, Jakarta 2006, hal 136 - 140
[12] Lihat
Surah Ali Imron (3) 110
[13]
Ruslan Abdul Ghofur, Kebijakan Distribusi Ekonomi
Islam Dalam Membangun Keadilan Ekonomi Indonesia ISLAMICA, Vol. 6, No.
2, Maret 2012 hal 322
[14] Ibid hal 323
[15] Al
Harisi, Jaribah bin Ahmad, Dr. Fiqih Umar
Bin Khatob, Khalifah 2006 hal213 - 218
[16] Lihat
surah al Baqoroh (2) ayat 265
[17] Lihat
surah At Taubah (9) ayat 103
[18] Ruslan Abdul Ghofur, Kebijakan Distribusi Ekonomi
Islam Dalam Membangun Keadilan Ekonomi Indonesia ISLAMICA,
Vol. 6, No. 2, Maret 2012 hal 325
[19] Al Harisi, Jaribah bin Ahmad, Dr. Fiqih Umar Bin Khatob, Khalifah 2006 hal
214
[20] Ibid
hal 325
[21] ibid
[22] al-Qur’an,
9 (al-Taubah): 71.
[23] Ibid
326
Tidak ada komentar:
Posting Komentar